Saran Psikolog Agar Anak Anda Tumbuh Jadi Sosok 'Tahan Banting'
Lingkungan anak bukan hanya keluarga. Ada lingkungan sekolah, lingkungan
bermain di sekitar rumah, dan kelak saat dewasa ada lingkungan kerja.
Dunia di luar rumah terkadang keras, karena penuh persaingan. Nah,
bagaimana agar anak tumbuh sebagai sosok yang 'tahan banting'?
"Untuk menciptakan anak yang tangguh adalah dengan memberi kesempatan anak untuk belajar mengambil risiko. Orang tua sering kali tergoda mengambil peran anak karena mereka tidak mau anaknya sakit yang merupakan risiko dari apa yang dihadapinya," ujar psikolog anak dan remaja, Ratuh Zulhaqqi, dalam perbincangan dengan detikHealth.
Terlalu membatasi anak, memberikan target-target orang tua, dan mendidik anak dengan keras ala tiger mom, menurut Ratih bukanlah solusi untuk membentuk pribadi tangguh. Pun dengan orang tua yang terlalu memanjakan anak dengan memenuhi semua yang anak mau, ketangguhan tidak akan terpupuk.
"Anak jatuh nggak apa-apa. Jadi dia bisa merasakan sakit. Dia tahu itu risikonya, sehingga nantinya kalau lari-lari dia akan lebih berhati-hati. Jadi sebaiknya kembalikan kesempatan kepada anak untuk mengambil risiko. Jangan hanya di-support saat melakukan hal positif tapi 'dibuang' saat melakukan hal negatif," lanjut perempuan yang juga jadi staf pengajar di Universitas Paramadina.
Psikolog anak dan keluarga, Roslina Verauli MPsi menambahkan daya tahan anak bisa dibangkitkan dengan menyentuh perasaan paling dasarnya, yakni perasaan bahwa dia dicintai dan disayangi oleh orang tuanya. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan diri.
"Lalu ditumbuhkan perasaan penghayatan diri yang positif. Jadi I am, I want, I can-nya semua positif. Misal menanamkan I am a good girl. Pastikan anak bisa melakukan hal-hal sederhana untuk dirinya sendiri. Misal di usia 6 tahun anak bisa belajar memakai baju sendiri," ujar perempuan yang akrab disapa Vera ini.
"Jangan berlebihan, baju dipakaikan, sepatu dipakaikan, padahal anak sudah besar. Itu yang bikin anak lemah. Percayalah, anak bisa melakukan sesuatu di usianya," imbuhnya.
Selain itu, jangan pula membandingkan anak dengan orang-orang di sekitarnya dan menekannya untuk selalu menjadi yang normor satu. Yang lebih baik adalah membandingkan anak dengan diri anak itu sendiri.
"Cobalah untuk mendorong melakukan yang terbaik dengan membandingkan diri anak hari ini dengan kemarin. Kita build dia. Kalau build dengan cara membandingka dengan orang lain, pasti sedihlah," sambung Vera.
"Untuk menciptakan anak yang tangguh adalah dengan memberi kesempatan anak untuk belajar mengambil risiko. Orang tua sering kali tergoda mengambil peran anak karena mereka tidak mau anaknya sakit yang merupakan risiko dari apa yang dihadapinya," ujar psikolog anak dan remaja, Ratuh Zulhaqqi, dalam perbincangan dengan detikHealth.
Terlalu membatasi anak, memberikan target-target orang tua, dan mendidik anak dengan keras ala tiger mom, menurut Ratih bukanlah solusi untuk membentuk pribadi tangguh. Pun dengan orang tua yang terlalu memanjakan anak dengan memenuhi semua yang anak mau, ketangguhan tidak akan terpupuk.
"Anak jatuh nggak apa-apa. Jadi dia bisa merasakan sakit. Dia tahu itu risikonya, sehingga nantinya kalau lari-lari dia akan lebih berhati-hati. Jadi sebaiknya kembalikan kesempatan kepada anak untuk mengambil risiko. Jangan hanya di-support saat melakukan hal positif tapi 'dibuang' saat melakukan hal negatif," lanjut perempuan yang juga jadi staf pengajar di Universitas Paramadina.
Psikolog anak dan keluarga, Roslina Verauli MPsi menambahkan daya tahan anak bisa dibangkitkan dengan menyentuh perasaan paling dasarnya, yakni perasaan bahwa dia dicintai dan disayangi oleh orang tuanya. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan diri.
"Lalu ditumbuhkan perasaan penghayatan diri yang positif. Jadi I am, I want, I can-nya semua positif. Misal menanamkan I am a good girl. Pastikan anak bisa melakukan hal-hal sederhana untuk dirinya sendiri. Misal di usia 6 tahun anak bisa belajar memakai baju sendiri," ujar perempuan yang akrab disapa Vera ini.
"Jangan berlebihan, baju dipakaikan, sepatu dipakaikan, padahal anak sudah besar. Itu yang bikin anak lemah. Percayalah, anak bisa melakukan sesuatu di usianya," imbuhnya.
Selain itu, jangan pula membandingkan anak dengan orang-orang di sekitarnya dan menekannya untuk selalu menjadi yang normor satu. Yang lebih baik adalah membandingkan anak dengan diri anak itu sendiri.
"Cobalah untuk mendorong melakukan yang terbaik dengan membandingkan diri anak hari ini dengan kemarin. Kita build dia. Kalau build dengan cara membandingka dengan orang lain, pasti sedihlah," sambung Vera.
Comments
Post a Comment